Oleh Rizka Qonita, S.Psi.*
Berbagai isu sosial yang belakangan ini terjadi di masyarakat, terutama yang terjadi di masa-masa pandemi dan cukup menarik perhatian seperti penggunaan alat tes antigen bekas, pemalsuan tabung oksigen, korupsi dana bantuan, dan isu serupa lainnya yang menunjukkan semakin merosotnya nilai-nilai moral individu. Mengapa hal seperti itu bisa terjadi terlebih di masa pandemi saat ini. Apa yang salah? Masalah ekonomi kah, atau memang moral dan nilai-nilai diri kita yang sedang diuji? Terlebih jika kita lihat kejahatan-kejahatan tersebut dilakukan oleh orang-orang yang memiliki status sosial yang tinggi dan pendidikan yang mumpuni. Tindakan tersebut dilakukan oleh orang-orang yang cakap akademisnya dan tentu sudah melawati jenjang pendidikan yang tinggi pula. Namun, apakah kecerdasan akademis dan intelektual itu saja tidak cukup agar kita juga bisa cerdas dalam mengambil sikap dan berperilaku?
Itulah gambaran dan problema kehidupan bermasyarakat saat ini. Ketika semuanya semakin modern, akses pendidikan semakin maju, tetapi yang namanya moral, etika, dan karakter ternyata tidak bisa dikesampingkan demi mewujudkan peradaban yang tidak hanya intelek, tapi juga berkarakter. Setiap orang pasti mendambakan kehidupan bermasyarakat yang harmonis dan damai yang dilakoni oleh individu-individu berkarakter. Namun, untuk itu setiap dari kita juga bertanggung jawab untuk memastikan keinginan tersebut bisa tercapai. Tentu banyak hal yang bisa kita lakukan untuk berkontribusi, terlebih sebagai tenaga pendidik ini merupakan tantangan kita bersama untuk membentuk karakter anak didik kita agar memiliki nilai yang baik dalam dirinya melalui pendidikan karakter.
Sejak tahun 2016 pendidikan karakter menjadi salah satu program prioritas pemerintah dalam melakukan revolusi karakter bangsa, yang kemudian Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengimplementasikannya dalam gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). PPK adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olahraga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) (Kemdikbud, 2017).
Bentuk-bentuk pendidikan karakter memiliki rumusan berbeda-beda yang diungkapkan oleh beberapa ahli, dua di antaranya berdasarkan Kemendikbud (2017), terdapat lima nilai karakter utama yang bersumber dari Pancasila, yang menjadi prioritas pengembangan gerakan PPK, yaitu religius, nasionalisme, integritas, kemandirian, dan gotong royong. Adapun Character Counts sebagai salah satu organisasi pengembangan karakter terbesar di dunia merumuskan enam karakter yang menjadi pilar yaitu, dapat dipercaya (trustworthiness), rasa hormat (respect), tanggung jawab (responsibility), jujur (fairness), peduli (caring), dan kewarganegaraan (citizenship). Karakter setiap orang memang sangat unik dan bisa berbeda antara masing-masing individu. Melihat berbagai pendapat mengenai pendidikan karakter itu saja menunjukkan pembahasan mengenai bentuk pendidikan karakter cukup luas, tetapi tentu kita memegang satu gagasan bahwa karakter disini haruslah karakter yang berlandaskan pada nilai dan moral.
Dalam menerapkan pendidikan karakter, tentu sangat dibutuhkan dukungan dari berbagai pihak, baik dari sekolah, keluarga, dan lingkungan sekitar. Setiap pihak harus mampu bersinergi dalam menyukseskan penerapan pendidikan karakter. Namun, tak dimungkiri, pada kenyataannya sekolah akan menjadi pusat yang diharapkan dapat memberikan pendidikan karakter secara optimal. Oleh karena itu, harus sangat diperhatikan strategi seperti apa yang bisa dilakukan untuk dapat memberikan pendidikan karakter secara efektif dan bermakna bagi siswa. Kita sebagai pendidik di sekolah yang membantu siswa mencapai target pembelajaran dan pencapaian nilai dirinya sebagai individu haruslah memiliki jiwa semangat dan kreativitas dalam penerapan pendidikan karakter itu sendiri.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan dalam penerapan pendidikan karakter di sekolah. Pertama, pendidik terutama guru senantiasa memasukkan pendidikan karakter dalam setiap pembelajaran terlepas dari apa pun mata pelajaran yang diampu. Guru harus benar-benar merancang pembelajaran yang tidak hanya memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan tetapi juga meningkatkan keterampilannya sebagai individu yang berkarakter. Kita dapat memulai dengan sesuatu yang sederhana, tetapi bisa bermakna bagi siswa, contohnya, dengan menceritakan berbagai kisah yang mengandung nilai moral di awal pembelajaran ataupun dengan melakukan pembelajaran kolaboratif untuk meningkatkan nilai gotong royong. Dalam pembelajaran kolaboratif pastikan rancangan pembelajaran merangsang setiap siswa untuk turut andil dan berkontribusi dalam kelompoknya.
Kedua, guru harus peka terhadap situasi dan dinamika di kelas. Guru harus bisa melihat isu yang ada pada setiap siswa di kelas agar bisa menentukan target karakter seperti apa yang ingin dicapai. Selain itu perhatikan pula kebutuhan dari setiap kelas berdasarkan dari dinamika dan isu sehari-hari di kelas. Misalnya, salah satu situasi yang mungkin sering terjadi adalah adanya konflik di kelas, mulai dari siswa yang saling mengejek temannya, selisih pendapat antarsiswa, hingga terkadang sampai pada tindakan agresif.
Kita harus bisa menjadikan konflik ini sebagai konflik yang positif karena ini akan menjadi wadah bagi siswa untuk belajar. Jika terjadi situasi konflik jadikanlah ini sebagai celah dan peluang bagi kita untuk mengarahkan dan membina siswa. Libatkan siswa secara langsung dalam penyelesaian konflik dan latihlah mereka untuk bisa secara mandiri mengambil keputusan dan tindakan yang tepat jika situasi tersebut terjadi kembali. Selain melihat pada perilaku negatif, guru juga harus peka terhadap perilaku siswa yang perlu untuk diapresiasi, jangan ragu untuk memberikan apresiasi, baik dalam bentuk ucapan maupun tindakan sesuai dengan kadar perilaku yang ditampilkan. Guru juga bisa mengajak siswa untuk terbiasa memberikan apresiasi kepada orang lain termasuk untuk teman dan gurunya.
Ketiga, guru sebagai role model. Kita harus yakin bahwa sebagai orang dewasa, guru merupakan model yang paling tepat bagi generasi muda dalam menerapkan nilai-nilai kehidupan. Oleh karena itu sudah sepatutnya kita memperhatikan setiap detail sikap maupun tutur kata kita agar dapat memberikan contoh yang baik kepada siswa. Apa yang kita ucapkan, sikap seperti apa yang kita tampilkan terkadang secara tidak sadar semuanya menjadi media pembelajaran bagi siswa. Mungkin ini akan menjadi sedikit berat bila kita harus selalu tampil baik, sementara kita hanyalah manusia biasa yang bisa saja berbuat salah. Namun, jika kita memiliki pemahaman terhadap “nilai” seperti apa yang ingin kita miliki dan terus membiasakan nilai itu ada pada diri kita, maka ketika itu sudah terinternalisasi ke dalam diri, hal ini akan menjadi lebih mudah.
Keempat, belajar dan belajar. Untuk dapat menerapkan pendidikan karakter kepada siswa, tentu kita harus paham terlebih dahulu karakter seperti apa yang dibutuhkan demi mempersiapkan siswa di kehidupan mendatang. Kita harus paham bahwa generasi yang kita didik saat ini akan menghadapi era persaingan global dengan berbagai tatanan baru ke depannya. Mungkin beberapa metode terdahulu tidak bisa lagi kita terapkan saat ini. Oleh karena itu, kita harus selalu terbuka untuk terus belajar dan memperkaya diri dengan berbagai ilmu baru. Kita harus mampu berinovasi dan meningkatkan kreativitas dalam melakukan kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Kelima, konsisten dan berkelanjutan, ini merupakan salah satu yang terpenting dalam penerapan pendidikan karakter. Dengan membiasakan penerapan nilai-nilai baik dalam kehidupan, diharapkan nilai-nilai tersebut akan secara naluriah terinternalisasi ke dalam diri setiap siswa. Tentunya ini bukanlah suatu proses yang instan, oleh karena itu guru harus selalu mempersiapkan strategi yang akan dipakai dalam setiap pembelajaran untuk mencapai nilai-nilai karakter yang ditargetkan serta secara konsisten dan berkelanjutan menjalankannya.
Terlepas dari beberapa cara tersebut, tentunya setiap pendidik juga memiliki cara unik tersendiri dalam menerapkan pendidikan karakter, yang terpenting adalah kita harus bergerak dan konsisten untuk terus memasukkan pendidikan karakter dalam bagian penting aktivitas belajar mengajar di sekolah. Untuk terus menjaga konsistensi dan semangat dalam mendidik terutama karakter, kita harus mengingat bahwa karakter tidak selalu bisa dengan mudah untuk dibentuk, jadi jika kita belum bisa melihat hasilnya secara maksimal saat ini, tapi perjuangan harus tetap kita lakukan dengan keyakinan bahwa apa yang kita tanam saat ini pada siswa akan sangat indah hasilnya di kemudian hari.[]
Rizka Qonita, S.Psi. adalah konselor Sekolah Sukma Bangsa Bireuen
*Artikel ini sudah dimuat di acehtrend.com, tanggal 16/08/2021