Oleh: Cut Afrianti, S.Pd.Gr*
Hidup di tengah masyarakat dengan ragam budaya, pola, dan prinsip yang diterapkan dalam keluarga pastinya akan menghasilkan “produk” yang berbeda. Tak ayal, karakter yang terbentuk dari keluarga terbawa ke sekolah. Di tengah masyarakat, sering kita dengar celetukan, “anak itu rajin sekali shalatnya, jangan kan yang wajib, yang sunnah pun tidak ketinggalan. Belajarnya pun tidak pernah kendor. Kok bisa ya?” Rasa penasaran yang sederhana seperti ini sudah familiar jika kita menjumpai seorang peserta didik yang menjadi bintang di sekolah, bintang secara karakter dan akademiknya.
Kita semua tentunya menyadari hal ini, bahwa sebenarnya peran orang tua di rumah menjadi faktor utama mengapa siswa tersebut sampai menjadi bintang di sekolah dan masyarakat. Di sisi lain faktor sekolah juga tak bisa dipungkiri memiliki pengaruh tersendiri. Tapi, marilah berfokus pada faktor utamanya.
Nah, pertanyaan sebenarnya adalah bagaimana pola itu terbentuk? Apa yang bisa dilakukan untuk membentuk pola yang positif dalam keluarga? Pola asuh menurut Casmini dalam Palupi (2007:3) adalah bagaimana orang tua memperlakukan anak, mendidik, membimbing, mendisiplinkan, dan melindungi anak dalam mencapai proses kedewasaan hingga keadaan upaya pembentukan norma-norma yang diharapkan oleh masyarakat pada umumnya. Dari sini bisa kita pahami bahwasannya pola belajar bisa terbentuk dari adanya kebiasaan dalam belajar, aturan belajar yang disepakati, ketegasan orang tua dalam mendisiplin anaknya, serta komitmen bersama untuk mencapai target.
Setelah anak lahir, orang tua bisa mulai membentuk pola. Ketika masih bayi, perlahan pola tidurnya terbentuk, selanjutnya pola makannya yang dibentuk secara perlahan. Ketika anak berusia 3-5 tahun, mulailah anak diajarkan mengaji dan sholat. Pengaturan waktu yang dilakukan oleh orang tua untuk belajar dan mengaji. Pola tersebut perlahan-lahan dijadikan kebiasaan, sehingga ia terbiasa sholat dan mengaji tepat waktu. Tanpa disadari, rutinitas tersebut menjadi kebiasaan yang terpola hingga ia dewasa.
Demikian juga ketika membentuk pola anak belajar saat ia beranjak ke Sekolah Dasar (SD). Orang tua bisa menyepakati pola atau aturan ibadah dan belajar dengan anak. Mulai dari jam bangun tidur, sarapan di rumah, berangkat ke sekolah 15 menit lebih cepat, pulang sekolah tepat waktu, waktu beristirahat, waktu belajar hingga waktu di mana ia beristirahat di malam hari atau jeda dari aktifitas hariannya.
Di awal-awal, menanamkan pola yang tersruktur memiliki tantangan tersendiri, apalagi dengan ragam karakter yang dimiliki oleh anak. Namun, perlahan mereka akan mulai bisa beradaptasi dan mengikuti pola belajar yang sudah disepakati. Alhasil, ketika ia beranjak dewasa, pola belajar dan pola beribadah akan menjadi kebiasaan yang akan terus mereka jalankan. Nah, di masa ini orang tua hanya perlu memantau, membimbing, serta memfasilitasi kebutuhan mereka dalam belajar dan beribadah.
Lao Tzu mengatakan, “watch your thoughts, they become your words; watch your words, they become your actions; watch your actions, they become your habits; watch your habits, they become your character; watch your character, it becomes your destiny.” Dari sinilah asal mengapa pola belajar dan beribadah perlu kita bentuk untuk anak kita, baik kita sebagai orang tua maupun kita sebagai pendidik di sekolah.
Di sekolah, anak diajarkan ilmu pengetahuan, maka di rumah orang tua lah yang berperan untuk kemajuan anak. Anak perlu diasah kemampuan yang sudah didapat dari sekolah. Dengan pola di rumah yang sudah terbentuk, asahan tersebut lama-kelamaan membuat ilmu yang didapat menjadi terasah dan akan terus terasah. Maka, tak heran anak tersebut menjadi bintang di masyarakat.
Berperan sebagai subjek penentu kesuksesan pola belajar anak bukanlah hal yang mudah. Ada orang tua pekerja; suami dan istri. Ada pula suami pekerja, namun istri di rumah membantu jalannya rumah tangga. Kedua jenis kesibukan orang tua ini bukan berarti menjadi hambatan terhadap orangtua untuk menjadikan anak sukses dalam ibadah dan sekolah.
Untuk orang tua yang keduanya merupakan pekerja, mereka tentunya memiliki waktu yang singkat bersama anak-anak mereka. Namun, waktu yang singkat itu bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk menerapkan atau memantau pola yang sudah disepakati tadi. Jika dirasa kurang, orang tua akan membawa anaknya ke kursus atau mencarikan guru privat, sehingga tidak ada yang missed dalam kegiatan belajarnya. Selanjutnya, suami bekerja di luar. Namun, istri di rumah memantau tumbuh kembang anak; belajar dan beribadah, juga memastikan segala kebutuhan keluarganya terpenuhi; materi dan ilmu. Pola istri berada di rumah ini terlihat lebih mudah, namun kedua pola istri di rumah dan istri bekerja, keduanya memiliki tantangan tersendiri. Yang terpenting adalah target orang tua dalam membentuk pola belajar anaknya.
Pola belajar yang sudak terbentuk ini berdampak positif untuk kemajuan sang anak dalam mencapai tujuannya. Pola belajar akan membuat mereka terbiasa hingga mereka beranjak ke bangku kuliah nanti. Ketika hal ini terjadi, orang tua tidak perlu bersusah payah mengingatkan sang anak untuk belajar, orang tua hanya perlu mengarahkan anaknya dalam mencapai kesuksesan. Selanjutnya sang anak akan lebih percaya diri dalam mencapai kesuksesan.
Setiap anak yang terlahir memiliki kemampuan dan kecerdasan tersendiri, tugas kita terus membimbing serta mendisiplinkan mereka untuk menemukan kecerdasan mereka serta menjadikan mereka menjadi lebih baik di masa depan.
*)Cut Afrianti, S. Pd.Gr. Guru Bahasa Inggris dan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMP Sukma Bangsa Lhokseumawe.
*Artikel ini sudah dimuat di acehtrend.com, tanggal 28/03/2022