Oleh: Retna Aisyah Simahate*
Apa yang terlintas pertama kali saat mendengar kata stres? Kebanyakan orang pasti mempersepsikannya dengan hal negatif yang menimbulkan perasaan gelisah dan tidak tenang.
Pada dasarnya tidak semua stres memberikan dampak yang buruk bagi diri individu. Efek positif dari stres adalah dapat melatih daya tahan mental individu, sehingga menjadi kuat dalam menghadapi kondisi apapun ke depan.
Namun, akan berbahaya apabila stres dibiarkan berlanjut dan tidak diselesaikan dengan baik. Maka dari itu perlu penanganan serius untuk menanggulangi stres agar tidak berdampak buruk terhadap perkembangan seseorang.
Setiap individu akan mengalami stres tersendiri berdasarkan pengalaman kehidupan yang dialami. Menurut Brannon & Feist (2010) stres merupakan suatu bentuk respon yang muncul ketika individu dihadapkan dengan stimulus yang dianggap mengancam dan tidak berhasil mengatasi ancaman tersebut.
Ketika individu mengalami stres, reaksi yang muncul dapat berupa perubahan secara fisik, afeksi, dan kognitif. Adapun perubahan secara fisik, seperti pusing, mual, jantung berdebar, gangguan tidur, dan sebagainya. Selanjutnya perubahan afeksi yang mungkin muncul, seperti mudah tersinggung/marah, rendahnya motivasi untuk melakukan sesuatu, perasaan sedih/gugup, dan perasaan gelisah.
Sementara perubahan kognitif yang dapat terjadi, seperti menurunnya daya ingat individu, berkurangnya perhatian, dan terganggunya kemampuan belajar.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Johnson, dkk (2005) dari 26 profesi, ditemukan bahwa profesi mengajar merupakan profesi urutan kedua yang paling memiliki tekanan setelah pengemudi ambulans.
Hal ini menunjukkan bahwa profesi sebagai guru rentan untuk mengalami stres. Sebelum individu mampu mengendalikan stres, tahap pertama yang perlu dilakukan adalah mengenali penyebab atau sumber munculnya stres.
Begitu banyak tuntutan yang harus dipenuhi dan ditunaikan guru tentunya bukanlah hal yang mudah. Apalagi, posisi guru selain sebagai pendidik, juga mempunyai peran lain yang harus dilaksanakannya, seperti orangtua bagi anak-anaknya, suami atau istri bagi pasangannya, dan tentunya bagian dari masyarakat yang juga mempunyai perannya tersendiri.
Hal itu tentunya menyita waktu, pikiran, dan pembagian perananan guru yang terkadang menimbulkan stres dan berakibat pada kualitas kerjanya sebagai pendidik (Media Indonesia, 29/04/2019).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gaol (2021) terdapat 7 penyebab atau sumber stres guru di lingkungan sekolah. Pertama, perilaku siswa yang kurang menyenangkan, sehingga dapat menyebabkan guru menjadi marah dan mengalami kelelahan secara emosional.
Kedua, praktik kepemimpinan atasan yang tidak sesuai harapan dan kurangnya kemampuan atasan dalam memimpin.
Ketiga, kurangnya dukungan rekan kerja yang dapat menyebabkan stres bagi guru. Hal ini dapat terjadi karena rekan kerja tidak bisa saling berkoordinasi dengan baik antara satu sama lain yang akhirnya akan menghambat tercapainya tujuan tim.
Keempat, tuntutan kerja yang berlebihan sehingga dapat memicu tekanan psikologis pada guru.
Kelima, adanya ketidakseimbangan antara tuntutan pekerjaan dan pendapatan yang diterima, sehingga membuat guru merasa tidak dihargai.
Keenam, lingkungan pekerjaan yang kurang baik, sehingga membuat guru merasa tidak nyaman.
Ketujuh, perubahan kebijakan pendidikan dari pemerintah yang membuat guru harus menyesuaikan diri dengan segala perubahan kurikulum pendidikan.
Guru berperan untuk mendidik dan membimbing siswa. Oleh karena itu, guru diharapkan sehat secara jasmani dan rohani.
Apabila guru merasakan stres berkepanjangan, maka akan terjadi penurunan produktivitas kinerja. Contohnya, sering datang terlambat, tidak mampu menyelesaikan tanggung jawab yang diberikan, tidak bersemangat ketika mengajar di kelas, dan sebagainya.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wong, Ruble, Yu, dan McGrew (2017) guru yang mengalami kelelahan psikologis dan stres dapat mempengaruhi hasil belajar siswa, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini dikarenakan materi pembelajaran tidak tersampaikan dengan baik.
Setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam mengatasi stres yang dialaminya. Hal ini disebabkan terdapat perbedaan persepsi, pengalaman kerja, dukungan sosial, dan kepribadian pada setiap individu.
Cara pengambilan keputusan terhadap masalah yang sama akan berbeda pada masing-masing individu. Oleh karena itu, setiap individu akan memiliki manajemen stres yang berbeda tergantung pada masalah yang dihadapinya.
Menurut seorang psikolog yang bernama Tchiki Davis terdapat 5 cara dalam manajemen stres yang baik. Pertama, melakukan pola hidup sehat seperti mengonsumsi makanan sehat dan rutin berolahraga. Kedua, pahami hal-hal yang membuat diri sendiri nyaman ketika bekerja. Contohnya, saat diberikan tugas di luar kemampuan yang dimiliki dan hal tersebut membuat individu menjadi stress, maka minta bantuan dari rekan kerja atau atasan untuk membantu. Ketiga, melakukan refreshing ketika pikiran sudah mulai penat melakukan aktivitas kerja, seperti: menonton, jalan-jalan, memasak masakan kesukaan, dan sebagainya. Keempat, berusaha melakukan intropeksi diri agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi ke depan. Kelima, pelajari teknik rileksasi untuk meredam stres yang dapat mengganggu kondisi fisik dan mental.
Setiap individu pasti mengalami masalah yang akan membuat stres, akan tetapi jangan menganggap masalah yang datang menjadi sebuah bumerang bagi kehidupan. Karena masalah yang muncul dapat menjadi pelajaran dan evaluasi bagi individu untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
*)Penulis adalah: Konselor Sekolah Sukma Bangsa Lhokseumawe. Juga Sarjana Psikologi, Universitas Malikussaleh.
*Artikel ini sudah dimuat di acehtrend.com, tanggal 24/01/2022