Home » Pendekatan Emosional Dulu, Mendidik Kemudian

Pendekatan Emosional Dulu, Mendidik Kemudian

by pusdatin ssbbireuen

Oleh Zahara, S. Pd.*

“Hari ini begitu lagi, anak-anak tidak menyelesaikan tugas yang saya berikan. Padahal limit waktunya sudah disepakati bersama, tetapi masih saja tidak selesai,” kata Islamiah, salah satu guru yang mengajar pelajaran PPKn di sebuah SMA di Kabupaten Pidie.

“Saya juga begitu, sudah empat kali pertemuan tetapi materinya masih itu-itu aja, entah apa yang harus saya lakukan agar materinya dapat dipahami oleh anak-anak,” timpal guru lainnya.

Sembilan dari sepuluh guru di Indonesia sering mengeluh seperti ini akibat tidak tersampaikannya tujuan pembelajaran dengan baik, sehingga para guru pengampu pelajaran tertentu harus menunda lagi alokasi waktu yang sudah direncanakan agar tujuan pembelajaran dapat diimplementasikan di dalam kelas.

Setelah ditelusuri, ternyata faktor penyebab kasus seperti itu ialah selain kurangnya kreativitas guru dalam mengelola kelas, juga masih terdapat guru yang tidak mendalami terlebih dahulu karakteristik peserta didiknya atau lebih dikenal dengan istilah metode pendekatan emosional. Pendekatan emosional ialah usaha untuk menggugah perasaan dan emosi peserta didik dalam menerima materi serta dapat merasakan mana yang baik dan mana yang buruk. Emosi adalah gejala kejiwaan yang ada dalam diri seseorang. Emosi berhubungan dengan masalah perasaan. Seseorang yang mempunyai perasaan pasti dapat merasakan sesuatu, baik perasaan jasmaniah maupun perasaan rohaniah. Di dalam perasaan rohaniah tercakup perasaan intelektual, perasaan sosial, dan perasaan harga diri.

Emosi berperan dalam pembentukan kepribadian seseorang. Untuk itu, pendekatan emosional perlu dijadikan salah satu pendekatan atau metode. Kata metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu meta dan hodos. Meta berarti melalui dan hodos berarti jalan atau cara. Dalam bahasa Arab, kata metode dikenal dengan istilah thariqoh yang berarti langkah-langkah yang diambil seorang pendidik guna membantu peserta didik merealisasikan tujuan tertentu. Dengan demikian, bisa dipahami bahwa metode berarti cara yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan tujuan yang dikehendaki.

Sebagai pelaku pendidikan yang baik, tentu saja kita sudah tidak asing lagi dengan istilah pendekatan emosional. Karena seperti kita ketahui, agar indikator pembelajaran dapat terealisasi sesuai ekspektasi, kita harus mengenal terlebih dahulu karakteristik ataupun kriteria yang dimiliki setiap siswa, hal ini bertujuan untuk memudahkan guru mentransfer materi pembelajaran yang sudah jauh-jauh hari sudah disiapkan.

Dalam pelaksanaannya, metode ataupun pendekatan dalam pendidikan diimplementasikan dalam bentuk teknik, cara, maupun strategi. Teknik atau strategi berarti cara atau kepandaian membuat atau melakukan sesuatu. Selain itu, teknik atau strategi juga dapat didefinisikan sebagai cara yang lebih khusus atau spesifik yang digunakan oleh pendidik untuk melakukan pendekatan dengan siswa. Teknik atau strategi lebih bersifat implementatif yang merupakan kegiatan spesifik yang sesungguhnya terjadi di dalam kelas.

Dengan demikian, jelaslah hubungan antara pendekatan, metode, dan teknik atau strategi sebagai suatu cara untuk mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan, atau cara yang tepat dan cepat untuk meraih tujuan sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

Haim C. Ginnot mengemukakan bahwa metode pendekatan emosional adalah sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap guru agar mampu memecahkan masalah (problem solving), mampu membacakan situasi, dan mendeskripsikan apa yang ia lihat dan rasakan. Sedangkan W.Glasser mengemukakan pendekatan emosional diperlukan untuk membina rasa tanggung jawab, sosial, harga diri dan menyusun rencana pemecahan masalah peserta didik untuk menerima dan mengerti perbedaan-perbedaan individual (masing-masing siswa), membuat rencana kerja sehingga kemampuan masing-masing anak dalam kelas agar dapat bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat luas.

Dari pendapat-pendapat tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa pendekatan emosional merupakan bentuk hubungan yang spesifik antara guru dan siswanya, dalam hal ini terdapat keterkaitan antara keduanya dengan tujuan untuk menciptakan suatu kondisi belajar yang baik, efektif, serta efisien.

Guru harus mendorong diri menjadi pelaku edukasi yang berinisiatif dan kreatif dalam memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengimplementasikan setiap potensi yang mereka miliki. Di samping itu, guru juga harus mampu dan bersedia mendengarkan pendapat, sasaran, gagasan, dan lain-lain dari siswa sehingga terjadi suasana pembelajaran yang dinamis.

Namun, yang paling penting adalah memiliki bekal “know how”, yakni how to manage time, bagaimana mengelola waktu; how to manage emotion, bagaimana mengelola emosi; dan how to communicate, bagaimana berkomunikasi efektif antara guru dan siswa agar pembelajaran di kelas dapat diserap optimal oleh para siswa, karena komunikasi yang efektif mampu meningkatkan hubungan yang baik antara guru dan siswa, di samping keserasian sikap menerima empati dan memberikan sejumlah contoh bagaimana sikap-sikap itu diwujudkan oleh guru.

Selain itu, cara lain untuk membangun kedekatan antara guru dan siswa adalah dengan berbicara sesuai situasi, bukan dengan cara membentak siswa tersebut apalagi berdebat. Karena menghindari berdebat selain untuk menjaga hubungan baik antara guru dan siswa, menghindari berdebat juga akan mendapatkan balasan yang baik di akhirat kelak. Sebagaimana Nabi Muhammad saw bersabda yang artinya, “Aku menjamin sebuah istana di sekitar surga bagi siapa saja yang meninggalkan perdebatan walaupun dia dalam keadaan benar. Dan di pertengahan surga bagi seorang yang meninggalkan kedustaan walau dalam bercanda dan di bagian surga tertinggi bagi yang terpuji akhlaknya.” (HR. Abu Dawud, no 4167)

Tidak bisa dimungkiri, guru adalah pemegang tonggak generasi masa depan. Di tangan mereka, masa depan negeri ini dipertaruhkan. Mereka pula yang kelak menjadi penerjemah mimpi para siswa dan meneruskan cita-cita negeri ini. Jika guru tidak memahami karakteristik mereka, maka siapa lagi yang akan mengubah mimpi mereka menjadi nyata? Tentu saja guru perlu melakukannya. Selamat mencoba![]

Zahara, S. Pd, Guru SD Sukma Bangsa Pidie

*Artikel ini sudah dimuat di acehtrend.com, tanggal 17/01/2022

You may also like

Leave a Comment