Home » Membentuk Generasi Muda Bahagia, dan Mencegah Menjadi Kaum Rebahan

Membentuk Generasi Muda Bahagia, dan Mencegah Menjadi Kaum Rebahan

by Pusdatin
0 comment 193 views

Oleh: Hijriati Meutia*

Bahagia adalah sesuatu yang tanpa sadar kita dekati atau hindari. Saat kita memilih melakukan banyak hal bermanfaat dan menjadikan diri kita “sibuk”, potensi untuk membuat jiwa kita lebih bahagia akan meningkat. Pun sebaliknya, ketika memilih menjadi kaum rebahan, justru kebahagiaan tidak akan datang.

Beberapa waktu yang lalu saya berdiskusi dengan siswa kelas XI tentang bagaimana mereka menghabiskan waktu di masa pandemi dengan sistem shifting yang ada di sekolah. Jawaban yang mereka berikan beragam. Ada yang mengikuti kelas tambahan bermain gim dan social media, menonton serial tv favorit, berolah raga, mengerjakan project dan tugas sekolah, menonton video pembelajaran. Ada yang mengasah bakat dengan belajar secara autodidact dari Youtube, dan membantu orangtua.

Hampir semua anak memberikan jawaban melakukan satu atau dua aktifitas di luar jam sekolah. Namun, sebuah jawaban yang tak biasa datang dari seorang siswa dan berhasil membuat kelasnya diam tanpa suara. Dari siswa tersebut saya  mendengar bahwa dalam waktu satu minggu ia mengikuti dua kali kelas Toefl, dua kali kelas English Conversation, satu kali kelas bahasa Mandarin, satu kali kelas ektrakurikuler peternakan, ibadah dan kebaktian di gereja, dan dikarenakan ia siswa jurusan sosial, pada waktu luang ia membantu orangtuanya di toko untuk belajar tentang pembukuan dan akuntansi.

Saya yang juga ikut hanyut dalam cerita aktifitasnya, di akhir spontan bertanya, “how do you feel? dan siswa itu menjawab, “I feel good, merasa lebih bermanfaat aja, Bu.” Kelas riuh disambut oleh tepuk tangan para siswa.

Memilih Menjadi Kaum Rebahan

Apa yang saya ceritakan di atas adalah interaksi langsung dengan dengan anak-anak muda yang produktif dan memilih menghabiskan waktunya dengan banyak kegiatan. Akan tetapi tidak sedikit pula anak muda yang hanya merasa cukup dengan berdiam diri bahkan dengan bangga melakukan deklarasi bahwa mereka adalah kaum rebahan.

Kaum rebahan merupakan fenomena yang telah menjamur, anak-anak muda kita hanya hidup dengan gadget mereka dan mengabaikan dunia nyata yang ada di sekitar mereka. Padahal, menurut penelitian yang dilakukan oleh San Diego State University  tahun 2018, remaja yang melakukan aktifitas-aktifitas nir layar datar seperti membaca buku, majalah dan koran, berinteraksi sosial secara langsung dan rutin berolahraga, ternyata lebih bahagia dari pada remaja yang menghabiskan banyak waktu dengan gadget seperti bermain gim, social media atau chatting dan video call.

Tentu tidak ada yang salah dengan meningginya pemanfaatan gadget, namun yang keliru adalah ketika anak-anak muda bisa dikendalikan oleh gadget itu sendiri dan menjadikannya tempat ternyaman serta pelarian saat harus menghadapi kenyataan.

Misal, saat menghadapi peliknya tugas sekolah yang harus segera diselesaikan, alih-alih mengerjakannya dengan segera anak-anak kita malah mengulur waktu dan menjauhkan diri dari kepelikan tersebut dengan bermain gim atau social media.  Kerap mereka berdalih bahwa aktifitas bermain tersebut hanya selingan dan tidak akan berlangsung lama, namun mirisnya tiga jam telah berlalu pun mereka belum juga memulai mengerjakan tugasnya.

Kontradiksi dari fenomena di atas harusnya menyadarkan kita bahwa bahagia itu sebenarnya adalah sesuatu yang tanpa sadar kita dekati atau hindari. Saat kita memilih melakukan banyak hal bermanfaat dan menjadikan diri kita “sibuk”, potensi untuk membuat jiwa kita lebih bahagia akan meningkat. Sebaliknya saat kita pasif dan tidak melakukan banyak kegiatan potensi untuk bahagia akan menurun.

Membentuk Generasi Muda Bahagia

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Universitas Warwick, Inggris, terdapat tiga alasan mengapa menjadi produktif bisa memunculkan perasaan yang menyenangkan.

Pertama, menjadi produktif akan memberikan kita tujuan yang bisa menjadi alasan kuat bagi kita untuk semangat bangun pagi dan menjalani hari. Saat tujuan tersebut tercapai akan ada perasaan berharga yang kita rasakan, perasaan berharga ini pada akhirnya akan bermuara pada perasaan bahagia.

Kedua, menjadi produktif akan mendorong kita untuk tumbuh dan perkembang, kita akan selalu meningkatkan kualitas diri dengan mencoba dan mempelajari hal-hal baru. Ketika seseorang menguasai apa yang ia pelajari, akan ada perasaan puas dan bangga terhadap diri sendiri, kepuasan dan kebanggaan ini pun akan bermuara pada perasaan bahagia.

Ketiga, menjadi produktif akan meningkatkan suasana hati, terutama saat melakuan kegiatan yang berkaitan dengan aktifitas fisik seperti olahraga, yoga, membersihkan rumah, berkebun, dsb. Saat melakukan aktifitas-aktifitas fisik ini, hormon yang berfungsi untuk memunculkan perasaan positif, endorphin dan dopamin, akan dihasilkan oleh tubuh. Itulah mengapa individu yang produktif dalam melakukan aktifitas-akifitas fisik akan cenderung lebih bahagia dari pada yang tidak melakukan aktifitas fisik apa pun.

Berangkat dari pemahaman ini, sangat penting untuk meyakinkan setiap orang bahwa menjadi produktif akan sangat baik untuk kesejahteraan mental, terutama generasi muda bangsa. Mereka harus diberikan edukasi dan pemahaman yang cukup tentang bagaimana produktifitas bisa mengarah kepada kesehatan mental dan kebahagiaan.

Jika kita adalah orangtua dan guru-guru mereka, pastikan anak-anak kita mendapatkan peluang untuk mengisi 24 jam mereka dengan beragam kegiatan positif terutama yang sesuai dengan apa yang mereka sukai dan inginkan. Sangat penting bagi rumah dan sekolah untuk mewadahi beragam minat anak untuk membantu mereka memperkaya diri dengan pengalaman-pengalaman baik yang bisa mereka kenang sepanjang hidup mereka.

Mereka harus dibuat candu dengan perasaan bahagia dan menyenangkan yang berasal dari karya dan produktifitas yang mereka hasilkan. Nantinya, akumulasi dari perasaan-perasaan positif ini akan menjadi tabungan untuk mental sehat dan kuat yang mereka butuhkan di masa mendatang. []

*)Penulis adalah Guru Sekolah Sukma Bangsa Bireuen.

*Artikel ini sudah dimuat di acehtrend.com, tanggal 22/11/2021

You may also like