Home » Sekolah Bahagia ala Finlandia (Bagian II)

Sekolah Bahagia ala Finlandia (Bagian II)

by pusdatin ssbbireuen

Oleh Fachrurrazi, M.A.*

Dalam bukunya Teach like Finland (2017), Timothy D. Walker memberikan beberapa tips tentang bagaimana menjadi seorang guru ala guru-guru Finlandia. Ia memaparkan paling tidak ada tujuh hal yang bisa dilakukan seorang guru agar bisa menguasai bidang kerjanya, yaitu 1) mengajarkan konten inti, 2) mendalami buku teks, 3) menyesuaikan teknologi, 4) memanfaatkan musik, 5) menjadi “pelatih”, 6) membuktikan pembelajaran, dan; 7) mendiskusikan nilai siswa. Tips ini merupakan praktik sehari-hari guru-guru di Finlandia dan telah terbukti ampuh menempatkan siswa-siswa mereka menjadi salah satu yang terbaik di dunia. Guru-guru kita tentunya  perlu mengadopsi dan mengadaptasi tips-tips tersebut dengan gaya, cara, dan metode yang cocok untuk daerah masing-masing.

Baca: Sekolah Bahagia ala Finlandia (Bagian I)

Pertama, mengajarkan konten inti. Anda tak perlu harus tahu informasi paling up to date di bidang Anda untuk menjadi guru ahli, tetapi anda cukup menjadi ahli dari konten inti dari kurikulum yang digunakan. Buku teks yang sesuai akan membuat guru dan siswa bisa mendiskusikan konten inti dari sebuah pelajaran secara menyeluruh. Kedua, mendalami buku teks. Ketika seorang guru mendalami buku teks, maka ia sudah fokus pada konten-konten inti, sehingga ia tidak perlu mempersiapkan materi pelajaran dari nol. Buku teks adalah sumber belajar yang sangat bermanfaat. Tentunya tidak tepat juga anda menjadikan buku teks menjadi “tuan” dari proses belajar mengajar di kelas. Dalam bukunya The Well-Balanced Teacher (2010), Mike Anderson menyatakan bahwa ia sering mengolaborasikan materi dari buku teks dan materi-materi lain sesuai dengan tujuan pembelajaran. Selalu gunakan materi-materi pembelajaran yang mendukung kualitas belajar mengajar yang baik.

Ketiga, menyesuaikan teknologi. Integrasi teknologi dengan pendidikan tentu sangat penting bagi kesuksesan PBM. Namun, yang lebih penting adalah jangan sampai teknologi itu membuat guru dan siswa melupakan esensi dari PBM. Untuk itulah perlu adanya perhatian tentang pemanfaatan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan kelas. Dalam tes yang diselenggarakan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development tahun 2015 ditemukan bahwa secara umum siswa yang menggunakan komputer lebih sering di sekolah memiliki hasil pembelajaran yang lebih baik dari siswa yang jarang memakai komputer. Namun, siswa yang terlalu sering menggunakan komputer justru memiliki hasil pembelajaran yang paling buruk.

Keempat, memanfaatkan musik. Dalam sebuah riset pada tahun 2014, American Psychological Association menemukan bahwa musik memperkuat dan menentukan bagaimana sistem saraf menangkap dan mengolah suara dalam keramaian. Ketika kemampuan ini terlatih dengan baik, siswa bisa memperkuat daya tangkap dan kemampuannya untuk lebih fokus di dalam kelas. Beberapa hal bisa kita lakukan di kelas dalam mengintegrasikan musik dengan instruksi akademik seperti menggunakan musik ketika beralih dari satu aktivitas ke aktivitas lainnya dan memanfaatkan musik untuk menghafal nama-nama atau rumus-rumus tertentu.

Kelima, menjadi “pelatih”. Siswa lebih sering belajar sains dengan cara menonton video, membaca buku teks atau mengerjakan latihan dari pada mendesain dan mengimplementasikan eksperimen yang sebenarnya selayaknya seorang ilmuwan. Padahal menurut riset, learning by doing justru lebih melekat di benak para siswa ketika mempelajari suatu hal. Untuk itu, jika Anda mengajarkan siswa menulis, maka biarkanlah mereka menghabiskan waktunya duduk dan menulis layaknya seorang penulis, yang perlu Anda lakuakan adalah berjalan berkeliling untuk menawarkan feedback yang spesifik, jujur, dan konstruktif dari hasil kerja mereka. Diskusikanlah kelemahan mereka dan hal-hal yang masih perlu perbaikan dari hasil kerja mereka. Mengajarlah seperti seorang coach.

Keenam, membuktikan pembelajaran. Setiap selesai pembelajaran per unit/bab, tidak ada salahnya Anda sedikit membuat summative assessment untuk menganalisis hasil pembelajaran siswa. Agar siswa dapat membuktikan pembelajarannya dengan efektif, maka tes harus disiapkan dan disesuaikan sedemikian rupa agar selaras/sejalan dengan pembelajaran di kelas. Gunakanlah soal-soal HOTS (Higher Order Thinking Skills) yang bersifat terbuka (bukan pilihan ganda) dan menantang sehingga mengharuskan para siswa untuk berpikir kreatif dan kritis.

Terakhir, mendiskusikan nilai siswa. Menjelang pembagian rapor, panggillah siswa Anda dan diskusikanlah skor yang akan Anda berikan pada mereka. Diskusi cukup berlangsung selama sepuluh menit per siswa. Selama diskusi, buatlah agar siswa merefleksikan apa yang sudah mereka pelajari dan bagaimana perkembangan mereka selama satu semester terakhir. Strategi ini akan membuat siswa lebih memahami kondisi terkini perkembangan mereka dan menambah rasa memiliki atas nilai yang mereka peroleh. Tentunya guru juga perlu memberikan dukungan agar pada semester mendatang, para siswa mampu belajar dan bekerja lebih baik lagi.

Harian The New York Times lebih lanjut melaporkan bahwa memang sangat banyak hal luar biasa yang terjadi di Finlandia yang berkontribusi terhadap tingginya indeks kebahagiaan negara tersebut. Sekolah-sekolah negeri di sana jarang mengandalkan sistem tes untuk meningkatkan dan memperbaiki kualitas belajar siswa. Kampus-kampus mereka gratis. Sistem jaminan kesehatan mereka sangat baik dan lembaga pengasuhan anak sangat terjangkau. Dan tentunya yang paling up to date adalah bahwa Finlandia menjadi salah satu negara yang paling sedikit terkena imbas pandemi Covid-19 sehingga secara politis kepercayaan rakyat kepada pemerintah tetap tinggi dan angka resistansi sangat rendah.

Laporan The New York Times ditutup dengan pernyataan seorang jurnalis Helsingin Sanomat, surat kabar terbesar di Finlandia, yang menceritakan perjalanannya ke berbagai negara untuk keperluan riset tentang kebahagiaan. Hasilnya ternyata sangat mengejutkan. Sejumlah faktor penentu kebahagiaan manusia ternyata adalah hal-hal yang secara konsisten dan masif dilakukan di Finladia sebagai aktivitas mereka sehari-hari yang sudah menjadi tradisi seperti rasa saling percaya, kolaborasi, dan kerja keras. So, Fins are born to be happy. What about us?[] (selesai)

Fachrurrazi, M.A. adalah Direktur Sekolah Sukma Bangsa Bireuen

*Artikel ini sudah dimuat di acehtrend.com, tanggal 05/07/2021

You may also like

Leave a Comment