Home » Sekolah Bahagia ala Finlandia (Bagian I)

Sekolah Bahagia ala Finlandia (Bagian I)

by pusdatin ssbbireuen

Oleh Fachrurrazi, M.A.*

United Nations Sustainable Development Solutions Network (UNSDSN) telah memublikasikan laporan tahunannya untuk tahun 2021. Laporan tersebut berisi evaluasi tingkat kebahagiaan orang-orang dari 149 negara di seluruh dunia. Kembali untuk tahun 2021 ini, Finlandia meraih posisi sebagai negara paling bahagia di dunia. Prestasi ini diraih secara beruntun untuk keempat kalinya sejak 2018 (https://countryeconomy.com/). Harian The New York Times melaporkan bahwa penduduk Finlandia sampai tidak percaya ketika dihadapkan pada kenyataan bahwa mereka meraih peringkat pertama selama empat tahun berturut-turut; bahkan dalam masa pandemi Covid-19 seperti sekarang ini.

Penduduk Finlandia senang hidup minimalis dan tangguh berjuang hingga mendapatkan kebahagian disebut sebagai salah satu modal nasional untuk terus menjadi nomor satu hampir dalam semua hal-hal positif. Mereka hidup sederhana jika dilihat dari rumah, pakaian maupun kendaraan. Rata-rata orang Finlandia memilih menggunakan bus umum untuk kegiatan sehari-hari daripada mobil pribadi. Rumah-rumah di Finlandia juga rata-rata berukuran kecil. Jadi sulit sekali membedakan rumah orang biasa dengan rumah orang kaya. Semua rumah tampak hampir serupa. Secara kasat mata, tingkat kesenjangan hidup di Finlandia sangat rendah.

Seterusnya, ada satu aspek penting yang dipercaya menjadi tiang penopang dan sumber kebahagiaan orang Finlandia; yaitu pendidikan. Antti Kauppinen, seorang profesor filsafat dari The University of Helsinki menyatakan bahwa, “Semua (kebahagiaan) ini berawal dari pendidikan; setiap orang memiliki akses untuk pendidikan yang berkualitas. Sehingga kesenjangan dalam pendapatan dan kekayaan relatif kecil.”

Tulisan ini mencoba menguak sedikit tabir sumber kebahagiaan orang Finlandia, khususnya yang terkait dengan dunia pendidikan. Agar kita bisa menimbang dan menggagas pendidikan serupa untuk putra-putri kita di tahun ajaran baru yang segera akan tiba.

Sekolah Bahagia

Sekolah berkualitas adalah idaman setiap warga negara. Namun, banyak negara yang masih gagal mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Finlandia adalah sebuah paradoks dengan prestasinya dalam bidang pendidikan melalui reformasi yang mereka mulai pada medio 1980. Saat itu Finlandia mulai membenahi sekolah-sekolahnya dengan merancang sebuah sistem pendidikan yang berbasis pada kebahagiaan. Hasilnya setelah 40 tahun berlalu, Finlandia secara konsisten berada di daftar teratas negara paling bahagia selama bertahun-tahun dengan kualitas sistem pendidikan terbaik di dunia pula. Finlandia sukses mempencundangi berbagai negara maju dan kaya-raya dengan dana pendidikan melimpah, tetapi gagal dalam mewujudkan sekolah yang berkualitas dan tentunya bahagia.

Raj Raghunathan dalam bukunya, If You’re So Smart, Why Aren’t You Happy? (2016), menyatakan ada lima komponen penting dari kebahagiaan itu sendiri, yaitu belonging, well-being, autonomy, mastery, dan mind-set. Jika kita sandarkan pada pendidikan, maka sebuah sekolah yang bahagia identik dengan lima kompenen tersebut. Pertama, memiliki (belonging); adalah rasa keterikatan dan rasa memiliki akan sekolah dari setiap individu, guru ataupun siswa. Ada beberapa cara yang bisa mulai diasah di sekolah agar rasa memiliki ini bisa tumbuh subur di lingkungan kita antara lain, yaitu mengenal setiap anak, beraktivitas dengan siswa, merayakan pembelajaran, menyusun mimpi kelas, menghilangkan bullying, dan membuat tim senior-junior.

Kedua, kesejahteraan dan kesenangan (well-being). Kesejahteraan di sekolah bisa dimiliki dengan menjalankan salah satu dari beberapa hal berikut, seperti tersedianya waktu istirahat (break time) yang tetap dan sering dalam pembelajaran di sekolah. Sangat disarankan siswa punya waktu untuk mengistirahatkan otak dan otot mereka setelah belajar dalam periode tertentu. Break time disarankan untuk dipertimbangkan setelah belajar 45-60 menit. Poin yang sangat penting di sini adalah bahwa setelah belajar selama periode tertentu, siswa perlu waktu untuk menghargai apa yang sudah mereka lakukan selama periode tersebut. Penghargaan atas kerja keras dan kesenangan ini kadang kala terlewatkan, bahkan terabaikan karena kita cenderung lebih mementingkan pencapaian. Banyak riset yang mengatakan bahwa kesenangan (happiness) ini adalah proses peningkatan emosi positif. Nantinya proses ini akan sangat membantu untuk meningkatkan produktivitas dan kecerdasan emosional seseorang.

Ketiga, otonomi (autonomy). Bagaimana meningkatkan kemandirian siswa di sekolah? Mulailah dengan memberikan mereka kebebasan, berikan mereka margin dalam jam instruksi sehingga umpan balik dapat segera diberikan, cari koneksi antara kurikulum dan minat siswa, susun pembelajaran dengan siswa, buat menjadi pengalaman nyata. Salah satu yang terpenting adalah pemberian tanggung jawab kepada setiap individu di sekolah. Keempat, penguasaan dan keahlian (mastery). Salah satu hal yang penting untuk dilakukan adalah bagaimana memanfaatkan waktu proses belajar mengajar (PBM) agar segala pelajaran maksimal dikuasai siswa dalam jam instruksi sehingga tidak perlu ada bimbingan tambahan, pelajaran privat atau PR yang banyak. Ada beberapa cara untuk melatih penguasaan materi agar maksimal antara lain; pengajaran hal-hal yang esensial, memanfaatkan buku teks, menggunakan teknologi, memanfaatkan musik, banyak melatih, mengecek hasil belajar, mendiskusikan nilai.

Kelima, pola-pikir (mind-set). Sistem kompetisi tidak digunakan di Finlandia, mereka menggantinya dengan kolaborasi. Dalam rangka mengejar impian, mindset yang dibangun adalah bagaimana memfokuskan menjadi yang terbaik, tanpa perlu mengalahkan pesaing. Ada beberapa strategi yang bisa ditempuh agar perubahan mindset ini bisa mudah dilaksanakan antara lain; menghindari perbandingan, berkolaborasi, dan fokus pada perkembangan diri.

Guru Bahagia

Pasi Sahlberg dalam Finnish Lessons (2011) terang-terangan menyatakan bahwa salah satu faktor penentu keberhasilan pendidikan di Finlandia adalah guru. Profesi guru di Finlandia demikian terhormat dan membanggakan sehingga setiap tahunnya mayoritas lulusan terbaik sekolah menengah akan mendaftarkan dirinya masuk salah satu dari delapan kampus keguruan yang tersebar di seluruh Finlandia. Menjadi guru demikian kompetitif di sana sehingga setiap tahunnya ada sekitar 20.000 pelamar untuk masuk FKIP dan tarbiyah-nya Finlandia. Dan, karena Finlandia ingin guru yang benar-benar berkualitas dan berkomitmen tinggi terhadap pendidikan, universitas hanya akan menerima sekitar 1 dari 10 pelamar saja. Artinya, ada 9 pelamar yang gagal menjadi guru di setiap tahunnya dan biasanya akan mencoba lagi tahun depan dengan persiapan yang lebih baik. Dengan demikian, guru-guru di Finlandia adalah potret guru-guru terbaik di dunia.

Dalam bukunya Teach like Finland (2017), Timothy D. Walker memberikan beberapa tips tentang bagaimana menjadi seorang guru ala guru-guru Finlandia. Ia memaparkan paling tidak ada tujuh hal yang bisa dilakukan seorang guru agar bisa menguasai bidang kerjanya, yaitu 1) mengajarkan konten inti, 2) mendalami buku teks, 3) menyesuaikan teknologi, 4) memanfaatkan musik, 5) menjadi “pelatih”, 6) membuktikan pembelajaran, dan; 7) mendiskusikan nilai siswa. Tips ini merupakan praktik sehari-hari guru-guru di Finlandia dan telah terbukti ampuh menempatkan siswa-siswa mereka menjadi salah satu yang terbaik di dunia. Guru-guru kita tentunya  perlu mengadopsi dan mengadaptasi tips-tips tersebut dengan gaya, cara, dan metode yang cocok untuk daerah masing-masing.[] (Bersambung)

Fachrurrazi, M.A. adalah Direktur Sekolah Sukma Bangsa Bireuen

*Artikel ini sudah dimuat di acehtrend.com, tanggal 05/07/2021

You may also like

Leave a Comment