Home » Mengembangkan Sekolah Ramah Lingkungan

Mengembangkan Sekolah Ramah Lingkungan

by pusdatin ssbbireuen

Oleh: Yusjan Naufal*

Sekolah ramah lingkungan​ merupakan sekolah yang memiliki pemahaman kesadaran, mengintegrasikan nilai lingkungan, nilai konservasi dan budaya pada semua warga sekolah.

Sekolah ramah lingkungan menjadi salah satu alternatif atau upaya untuk mengurangi penyebab pemanasan global.

Sekolah ramah lingkungan berperan langsung dalam menanamkan rasa kecintaan peserta didik terhadap pelestarian lingkungan hidup.

Pada tahun 1950, dunia memproduksi lebih dari 2 juta ton plastik per tahun. Pada 2015, produksi tahunan ini membengkak menjadi 419 juta ton. Sebuah laporan oleh jurnal sains, Nature, menyebutkan bahwa saat ini, sekitar 11 juta ton sampah plastik masuk ke lautan setiap tahun, merusak habitat satwa liar dan hewan yang hidup di dalamnya.

Penelitian menemukan bahwa jika tidak ada tindakan yang diambil, ini akan meningkat menjadi 29 juta metrik ton per tahun pada tahun 2040.

Jika kita memasukkan mikroplastik ke dalamnya, jumlah kumulatif plastik di laut dapat mencapai 600 juta ton pada tahun 2040. Kemudian, yang juga mengejutkan, National Geographic menemukan bahwa 91% dari semua plastik yang pernah dibuat tidak didaur ulang.

Belum lagi setiap menit, hutan seluas 20 kali lapangan sepak bola ditebang. Pada tahun 2030, planet ini mungkin hanya memiliki 10% dari hutannya. Jika deforestasi tidak dihentikan, semua hutan di dunia bisa hilang dalam waktu kurang dari 100 tahun. (Betahita.id, 28/12/2020).

Fakta-fakta ini seyogianya menjadi bukti sahih betapa pentingnya memulai edukasi melalui ruang pendidikan bagi generasi hari ini, agar mereka sadar lingkungan dan mengembangkan sekolah ramah lingkungan.

Sebagai salah satu tenaga kependidikan (tendik) di Sekolah Sukma Bangsa (SSB) Pidie, saya merasa bersyukur dikarenakan kampanye menjadi sekolah yang sadar dan ramah lingkungan sudah dimulai sejak sekolah ini resmi didirikan pada tahun 2006.

Kepedulian terhadap penghijauan dengan secara berkala menanam pohon-pohon produktif di seputaran komplek sekolah terus dilakukan oleh seluruh warga sekolah.

Siswa, baik secara individu maupun kelompok pada periode tertentu menanam sendiri pohon atau tanaman yang mereka bawa dari rumah di seputaran area sekolah. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran serta komitmen para siswa agar benar-benar sadar terhadap lingkungan.

Upaya kecil lainnya yang mudah-mudahan berdampak besar secara global adalah mengurangi penggunaan plastik sekali pakai (single used plastic). Upaya ini telah secara konkret dikampanyekan di SSB dalam beberapa tahun terakhir.

Begitupun seluruh warga sekolah, baik guru dan siswa wajib membawa tumbler (botol minum) masing-masing untuk menghindari pembelian air mineral dalam kemasan botol sekali pakai.

Bahkan di kantin/koperasi sekolah dilarang untuk menjual air minuman dengan kemasan botol sekali pakai, begitu pula dengan sedotan plastik sekali pakai.

Kemudian, dengan mewajibkan seluruh warga sekolah untuk membawa tumbler masing-masing, manajemen sekolah telah menyebar dan menyediakan refill water station (stasiun air minum isi ulang) di hampir seluruh area sekolah untuk memudahkan guru dan siswa melakukan isi ulang air minum mereka secara gratis.

Saya sendiri sebagai driver di sekolah yang memiliki mobilitas tinggi untuk mengantarkan guru, siswa atau bahkan tamu sekolah, selalu membawa tumbler saya sendiri untuk menghindari membeli air minum dalam kemasan botol sekali pakai ketika melakukan perjalanan.

Bagi saya, beberapa upaya sederhana yang saya lakukan bersama warga sekolah lainnya akan berdampak positif secara global. Jika saja, seluruh satuan pendidikan di Indonesia yang jumlahnya puluhan ribu itu dengan jutaan jumlah peserta didik di seluruh Indonesia meletakkan kepedulian yang sama terhadap isu lingkungan ini.

Maka saya meyakini bahwa persoalan lingkungan yang kita hadapi hari ini baik dalam skala nasional maupun global dapat diperbaiki secara signifikan karena ruang pendidikan merupakan ranah yang paling efektif untuk menginternalisasikan nilai-nilai sadar akan ramah lingkungan.

Adapun dalam konteks Indonesia, sebesar 45% sampah plastik tidak terkelola dari total sampah plastik sekitar 65 juta ton setiap tahunnya. Tak heran jika Indonesia menjadi negara “pengotor” karena dari segi pemilahan sampah pun belum dilakukan secara optimal.

Jika tidak dilakukan penanganan serius, jumlah sampah plastik di lingkungan bisa mencapai 12 miliar ton pada 2050. Jumlah yang sangat tinggi dan bisa membawa dampak lebih besar bagi lingkungan (Daihatsu.co.id, 13/11/2020).

Data dan fakta ini seharusnya menjadi alarm yang serius bagi kita semua untuk benar-benar menaruh perhatian pada isu lingkungan jika kita masih menginginkan kehidupan yang lebih baik bagi generasi anak cucu kita di masa mendatang.

Sekolah Sadar Lingkungan

Lagi-lagi, upaya yang dekat dan konkret yang bisa kita upayakan untuk mengatasi persoalan lingkungan ini adalah melalui pengembangan sekolah yang sadar dan ramah lingkungan.

Hal ini dapat diwujudkan oleh setiap satuan pendidikan melalui hal-hal kecil namun terus konsisten dilakukan seperti mengurangi penggunaan plastik sekali pakai di lingkungan sekolah. Melakukan penghijauan secara berkala, menyediakan fasilitas tong sampah yang memilah sampah organik dan non-organik.

Serta meminta seluruh warga sekolah menjadi duta lingkungan yang memiliki jiwa sadar terhadap lingkungan.

Beberapa langkah kecil ini jika dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan (sustain), maka akan memberi dampak yang sangat besar bukan hanya bagi lingkungan sekitar.

Namun juga dapat memberi kontribusi yang positif untuk memperbaiki kerusakan lingkungan dalam lingkup nasional bahkan global sekalipun. Semoga!

* Yusjan Naufal, seorang Driver (Tenaga Kependidikan) Sekolah Sukma Bangsa Pidie, yang memiliki hobi membaca dan mengoleksi ragam jenis buku.

*Artikel ini sudah dimuat di acehtrend.com, tanggal 04/10/2021

You may also like

Leave a Comment