Oleh Annisa Ziqra*
Perpustakaan dan pustakawan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Pengelolaan perpustakaan yang baik berasal dari pustakawan yang cerdas dan kreatif. Menurut KBBI perpustakaan adalah tempat, gedung, ruang yang disediakan untuk pemeliharaan dan penggunaan koleksi buku dan sebagainya. Sedangkan menurut Prof Sulistyo Basuki (1993:3), perpustakaan merupakan sebuah ruangan atau gedung yang dipakai untuk menyimpan buku dan terbitan lainnya yang biasanya disimpan berdasarkan tata susunan tertentu yang dipakai pembaca bukan untuk dijual. Perpustakaan merupakan koleksi buku dan majalah sebagai koleksi besar yang dibiayai dan dioperasikan oleh sebuah kota atau institusi dan dimanfaatkan oleh masyarakat guna memenuhi kebutuhan intelektualitas melalui beragam cara interaksi pengetahuan. Peran perpustakaan tidak terlepas dari kebutuhan setiap orang. Perpustakaan memegang peranan penting sebagai media dan sarana penggerak penyebarluasan ilmu pengetahuan kepada publik. Perpustakaan muncul menjadi suatu bagian penting sebagai pusat informasi dan data.
Sebagai orang yang bekerja di perpustakaan, pustakawan juga memiliki peranan penting di dalamnya guna menjadikan perpustakaan sebagai media pencari informasi. Pustakawan merupakan sebutan untuk orang-orang yang punya kompetensi dari pendidikan atau pelatihan kepustakawanan. Seorang pustakawan diberi tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan. Dalam pelaksanaan pelayanan perpustakaan, pustakawan akan dibantu tenaga teknis perpustakaan. Misalnya, untuk mengumpulkan, menata, dan menjaga pustaka, majalah, dokumen, dan sebagainya serta untuk menyediakannya kepada para pemustaka.
Sejarah Perpustakaan
Perpustakaan ketika ditulis dalam perspektif sejarah, tentu tidak terlepas dengan waktu, tempat, dan pelaku sejarah itu sendiri. Apalagi ketika mengkajinya mengenai asal muasal, bahkan Michael H Harris menyatakan harus juga ditinjau dari kondisi sosial, kondisi ekonomi, ataupun kondisi politik.
Sebelum Masehi, sejarah perpustakaan tidak terlepas dengan yang biasa kita sebut tulisan, pada 2500 SM, di Mesir ditemukan sebuah tulisan berupa papyrus yang dibuat dari sejenis rumput yang tumbuh di sepanjang sungai Nil. Mulajni A Nurhadi (1983) dalam buku Sejarah Perpustakaan dan Perkembangan di Indonesia, menulis bahwa kebudayaan perpustakaan telah dirintis pada zaman kejayaan Arab oleh orang-orang Arab yang pada zaman itu telah mempunyai peradaban yang sangat tinggi. Papyrus itu sendiri menurut Muljani A. Nurhadi, semenjak 3.200 tahun SM sudah ditemukan tulisan yang disebut papyrus yang terbuat dari dedaunan.
Sesudah Masehi, keberadaan papyrus cukup sentral, karena dari situlah dikembangkannya sehingga berupa kertas pada zaman modern. Penjajahan bangsa Romawi, memiliki peranan dalam proses penyebaran dunia perpustakaan hingga ke pelosok. Karena, pada awal masehi hampir di setiap ibu kota negara jajahan bangsa Romawi terdapat perpustakaan, seperti Cyprus, Afrika, Yunani, dan Asia Kecil. Adapun Perpustakaan yang didirikan oleh bangsa Romawi, seperti perpustakaan di Timgad, Afrika Utara yang didirikan karena pengaruh Kerajaan Trajan pada tahun 98-117 Masehi. Selain itu, Romawi sendiri mendirikan perpustakaan besar yaitu Perpustakaan Ulpian dengan koleksinya berupa karya Yunani dan Latin. (sumber: wikipedia)
Di Indonesia ada satu-satunya perpustakaan Islam yang terletak di Aceh yaitu Perpustakaan Tanoh Abee sebagai perpustakaan klasik yang sudah berdiri sejak masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda yakni 1607-1636 M. Perpustakaan ini terletak di Desa Tanoh Abee, tepatnya di kaki Gunung Seulawah, Kecamatan Seulimum, Kabupaten Aceh Besar. Catatan yang dikutip menyampaikan bahwa pembangunan perpustakaan ini berbarengan dengan pendirian dayah atau pesantren oleh seorang ulama asal Irak yang datang ke Aceh pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda yakni 1607-1636 M. Selama 400 tahun disebut bahwa perpustakaan ini dikelola oleh keluarga pendiri pesantren secara turun-temurun, yang saat ini diketahui dikelola oleh generasi kesembilan. Perpustakaan Tanoh Abee pernah mencapai puncak keemasannnya saat berada di tangan Syekh Abdul Wahab, yang juga dikenal sebagai Teungku Chik Tanoh Abee. Beliau wafat pada 1894 dan dimakamkan di lokasi yang tak jauh dari pesantren.
Peran Pustakawan
Seiring dengan berkembangnya zaman, pustakawan dituntut harus bisa mengikuti perkembangan zaman di era digital yang semakin pesat agar tidak tertinggal, maka pustakawan akan memiliki peran dan tugas, antara lain.
Pertama, information manager, pustakawan sebagai gerbang manajemen perpustakaan konvensional dan modern. Ini menunjukkan bahwa, kemajuan perpustakaan masih dijiwai atau diwarnai oleh pengelolaan masa lalu yang sampai saat ini masih dianggap relevan. Pustakawan sebagai manajer ilmu pengetahuan/informasi. Seiring dengan peran perpustakaannya, para pustakawan diposisikan sebagai sumber daya andal dalam mengelola ilmu pengatahuan/informasi. Pustakawan sebagai penerbit. Ini bisa ditunjukkan dengan berbagai terbitan yang dihasilkan oleh perpustakaan.
Pustakawan sebagai pengorganisasi jaringan sumber informasi. Jaringan informasi tidak akan bisa berjalan sesuai yang diharapkan, apabila tidak dikelola dengan baik dan rapi. Karena itu, pustakawan dituntut untuk memahami jaringan informasi sampai belahan dunia mana pun, sekaligus mampu mengelola jaringan tersebut agar bisa dimanfaatkan secara maksimal. Pustakawan sebagai penilai kebijakan pengembangan informasi. Pustakawan diharapkan mampu memberikan penilaian informasi mana yang layak dipublikasikan dan dilayankan, dan mana informasi yang perlu di-discard. Dan peran yang lain pustakawan sebagai penyaring sumber informasi. Pustakawan harus mampu memosisikan dirinya sebagai filtering informasi.
Kedua, team work. Pustakawan sebagai partner masyarakat. Masyarakat mempunyai peran ganda, sebagai “pengguna” dan ”kontributor” informasi. Oleh karenanya, partnership ini perlu dikembangkan untuk menjaga keharmonisan pustakawan sebagai kolaborator penyedia sumber daya teknologi. Pustakawan adalah pengguna teknologi dan yang mengetahui kebutuhannya akan teknologi informasi, sekaligus memahami kebutuhan pengguna akan teknologi informasi. Oleh sebab itu, pustakawan harus mampu menempatkan dirinya untuk bisa berpartner dengan para penyedia sumber daya teknologi.
Ketiga, teacher, counsultant, dan researcher. Pustakawan sebagai guru dan konsultan. Implementasi digital library memerlukan sosialisasi dan pendidikan pengguna. Inilah saatnya, pustakawan yang lebih memahami content dari digital library dituntut untuk berbperan sebagai guru, paling tidak dalam akses informasi, sekaligus sebagai konsultan untuk bisa memberikan alternatif, misalnya sumber-sumber informasi. Pustakawan sebagai peneliti. Peran pustakawan tidak lagi hanya sebagai pengelola dan penjaja informasi, namun sebagai peneliti. Hasil penelitian dan pengkajian diharapkan sebagai bahan dalam pengembangan perpustakaan ke depan.
Keempat, pustakawan sebagai teknisi. Perpustakaan tidak bisa lepas dari teknologi informasi, untuk itu pustakawan diharapkan mampu memerankan dirinya pada hal-hal teknis di bidang teknologi informasi, misanya adanya “troubleshooting”.
Dalam digital library, peran dan tugas pustakawan akan lebih ditekankan pada mengajar, memberikan konsultasi, meneliti, memelihara akses informasi yang demokratis, dan bekolaborasi dengan para ahli komputer dan ilmuwan dalam mendisain dan memelihara sistem akses informasi. Mereka juga disibukkan dengan interaksi teknologi informasi untuk berkonstribusi dalam membangun literate society.
Peran Pustakawan di Sekolah Sukma Bangsa Bireuen
Tantangan menjadi seorang pustakawan juga tidak mudah, bagaimana cara meningkatkan value sebagai pustakawan dengan bekerja secara optimal untuk meningkatkan personal branding, menyusun sistem sirkulasi yang jelas, membuat perpustakaan sebagai tempat yang nyaman untuk pemustaka belajar, serta meningkatkan minat baca anak-anak terutama di masa pandemi seperti saat ini. Hal ini juga merupakan sebuah tantangan terbesar bagi pustakawan bagaimana cara membuat perpustakaan agar tetap aktif untuk anak-anak di sekolah.
Pustakawan di perpustakaan Sekolah Sukma Bangsa Bireuen menyiasati bagaimana caranya agar anak-anak tetap melek terhadap literasi selama pandemi meski mereka tidak hadir di sekolah. Pustakawan mengadakan kegiatan penunjang belajar anak selama pandemi dengan mengadakan perlombaan seperti lomba berpuisi, lomba mewarnai, lomba memperkenalkan diri untuk siswa kelas I sekolah dasar, lomba bercerita untuk anak dan orang tua juga dilibatkan dalam lomba tersebut. Semua kegiatan dilakukan di rumah dan mereka harus merekam lomba yang dipilih untuk diikuti dengan durasi yang sudah ditentukan oleh pustakawan, kemudian video lomba tersebut dikirim melalui laman yang sudah disiapkan oleh pustakawan.
Selain itu, program yang dibuat oleh pustakawan perpustakaan Sekolah Sukma Bangsa Bireuen untuk meningkatkan skill anak-anak selama pandemi yaitu “Magang Seru” yang melibatkan siswa dari level SD, SMP, dan SMA. Dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat, peserta yang mengikuti program ini berjumlah 36 orang dan mereka akan masuk sesuai jadwal yang sudah ditentukan oleh pustakawan yang mana per harinya akan ada siswa magang yang berjumlah sebanyak 4 sampai 5 orang. Yang dilakukan dalam kegiatan ini seperti : pengelolaan perpustakaan, pelatihan desain grafis dan pelatihan fotografi.
Walaupun pandemi sedang melanda, pustakawan menggebrak literasi dengan mengadakan program-program yang melibatkan siswa dan orang tua. Hal tersebut juga tidak menyurutkan semangat siswa Sukma Bangsa Bireuen dalam meningkatkan literasi dan life skill. Mereka masih tetap bisa beraktivitas dan menyalurkan kreativitas melalui kegiatan yang diadakan oleh perpustakaan. Kita semua berharap semoga pandemi segera berakhir dan kita semua dapat melakukan aktivitas seperti sediakala.[]
Annisa Ziqra adalah Pustakawan SD Sukma Bangsa Bireuen
*Artikel ini sudah dimuat di acehtrend.com, tanggal 26/07/2021