Oleh Azwar Anas, S.Pd.*
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 183)”
Petikan ayat Al-Qur’an di atas menjadi landasan kewajiban bagi umat Islam untuk menjalankan ibadah puasa pada bulan Ramadan. Secara bahasa puasa berarti menahan diri. Namun, secara istilah puasa berarti menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkannya dari mulai terbit fajar hingga terbenam matahari, karena perintah Allah semata-mata disertai dengan niat dan syarat-syarat tertentu (Rifa’i, 1999).
Jika merujuk pada firman Allah di atas, didapati bahwa kewajiban puasa nyatanya tidak hanya diperintahkan bagi kita –umat Muhammad semata. Akan tetapi kewajiban puasa juga telah difardukan bagi umat-umat sebelumnya. Rifa’i (1999) menyebutkan bahwa pada permulaan Islam, puasa dilakukan tiga hari pada setiap bulan. Kemudian puasa itu dinasakh oleh puasa pada bulan Ramadan. Dari Muadz, Ibnu Mas’ud, dan lainnya menyebutkan bahwa puasa telah senantiasa disyariatkan sejak zaman Nabi Nuh hingga Allah kemudian menasakh ketentuan itu dengan puasa Ramadan. Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa kewajiban puasa tidak hanya khusus bagi generasi (umat) pada masa turunnya ayat di atas, tetapi juga bagi generasi-generasi terdahulu, walaupun perincian cara pelaksanaanya berbeda-beda.
Hikmah Puasa
Adanya kewajiban puasa bagi kita dan umat-umat terdahulu tentu tidak serta-merta hanya syariat semata. Akan tetapi sangat banyak hikmah yang dapat dipetik dari pelaksanaan ibadah puasa ini. Selain bermanfaat dari segi medis yang mampu memberikan kesehatan bagi tubuh seperti mengontrol gula darah, mengurangi peradangan, meningkatkan kesehatan jantung, dan lainnya, puasa juga memiliki esensi lain yang paling besar. Allah menjanjikan takwa bagi hamba-Nya yang menjalankan puasa sesuai dengan ketentuan syariat sebagaimana firman-Nya pada ayat di atas. Banyak yang berpendapat bahwa janji takwa pada ayat tersebut dapat berarti bahwa Allah menjamin akan hilangnya sifat-sifat keji bagi hamba-Nya yang telah menyempurnakan puasanya sesuai dengan perintah-Nya. Sehingga ketika puasa telah dijalankan dengan benar, maka kita akan mendapati manusia-manusia yang semakin baik tingkah dan perangainya, santun dalam bertutur kata, dan beragam sifat mulia lainnya.
Sementara dalam tafsir ringkas Kemenag disebutkan bahwa kewajiban menjalankan ibadah puasa berguna untuk mendidik jiwa, mengendalikan nafsu dan syahwat, serta menyadarkan manusia bahwa kita memiliki kelebihan dibandingkan dengan makhluk lainnya. Para ulama juga banyak memberikan uraian tentang hikmah berpuasa, misalnya untuk mempertinggi budi pekerti, menimbulkan kesadaran dan kasih sayang terhadap sesama, melatih jasad dan jiwa, serta untuk meningkatkan kesehatan tubuh.
Pendidikan dan Ketakwaan
Puasa Ramadan yang dijalankan selama sebulan penuh akan memberikan manfaat berupa menjadi manusia yang bertakwa. Hal ini terwujud melalui adanya perubahan pada ranah tingkah laku dan sikap manusia jika berhasil menunaikan ibadah mulia ini dengan benar. Tak ubahnya pendidikan, individu akan mengalami perubahan pada dirinya jika berhasil meraih tujuan pendidikan dengan benar. Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan betakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Agaknya tujuan pendidikan nasional di atas senada dengan tujuan mulia ibadah puasa Ramadan, sama-sama mencapai kemuliaan dan adanya perubahan pada diri seseorang. Karenanya sangat memungkinkan jika proses pelaksanaan pendidikan diatur mengarah kepada ranah afektif yang berdampak pada perubahan sikap peserta didik. Ramadan dapat menjadi salah satu momentum terbaik untuk mewujudkan hal ini. Sekolah dapat mengupayakan berbagai kegiatan positif selama Ramadan yang mampu menambah pemahaman serta meningkatkan keimanan peserta didik guna meraih cita-cita mulia Ramadan.
Terdapat beragam kegiatan pendidikan yang dapat dilaksanakan selama Ramadan guna menguatkan dan menanamkan nilai-nilai kebaikan bagi peserta didik. Biasanya setiap sekolah melaksanakan pesantren Ramadan, santri kilat, Ramadan village, atau nama sejenis lainnya. Melalui kegiatan ini sekolah dapat menyusun berbagai program yang mengarah pada pembentukan nilai religiositas peserta didik, seperti memperbanyak melakukan amalan baik dengan membaca Al-Qur’an, memperdalam pemahaman agama, serta melakukan rangkaian ibadah lainnya.
Selain itu, kegiatan lain yang dapat memperkaya pemahaman peserta didik mengenai kepekaan sosial seperti membaca dan memahami literatur dan menganalisis permasalahan sosial di sekitarnya, dan kegiatan aplikatif serupa juga dapat disusun semenarik mungkin. Melakukan kegiatan sosial seperti bersedekah, berbagi makanan, menyantuni anak yatim, membantu orang tua di rumah, dan berbagai kegiatan positif lainnya dapat terus digalakkan agar peserta didik memiliki jiwa besar untuk terus peka pada kondisi sosial di sekitarnya. Sehingga dengan adanya hal ini pola pikir dan tingkah laku peserta didik dapat terbentuk secara perlahan dan bermuara menjadi karakter baik yang akan mengkristal pada diri mereka.
Ramadan agaknya dapat dianalogikan sebagai sebuah lembaga pendidikan. Selain mengajarkan manusia banyak hal tentang kebaikan seperti mendidik jiwa untuk berbuat baik, mengendalikan nafsu, serta menyadarkan diri untuk terus bersyukur kepada Allah sebagai pemilik semesta, Ramadan dan pendidikan sama-sama memiliki tujuan mulia, yaitu menjadi manusia yang bertakwa, dalam arti menjadi individu yang lebih baik dan adanya perubahan pada sikap dan tingkah laku. Melalui momentum Ramadan kali ini, semoga kita dapat memanfaatkannya untuk terus memperbaiki diri sehingga pada akhirnya kita akan meraih derajat takwa sebagaimana yang Allah janjikan. Amin ya rabbal alamin![]
Penulis merupakan pegiat literasi yang aktif menulis opini pendidikan. Berbagai buah pikirnya tentang pendidikan telah dirangkum dalam buku “Suara Sang Guru” dan “Veni Vidi Vici: Seni Guru dalam Menaklukkan Pandemi”. Selain itu saat ini ia aktif menjadi salah satu pengajar di Sekolah Sukma Bangsa Lhokseumawe sejak tahun 2016
*Artikel ini sudah dimuat di acehtrend.com, tanggal 26/04/2021